[Ficlet] Dinner

Dinner

Dinner

by

Jung Minrin (@reddsky_10)

SNSD Yuri || EXO-M Tao || SNSD Sooyoung

Length : Ficlet || Rating : G || Genre : Friendship, a lil bit Romance

Inspired by :

my own experience

Disclaimer :

The casts are not mine, but the plot is truly mine

So, don’t dare to take it without my permission

Thanks to :

my beloved senior in SMARIDUTA, for the nice dinner šŸ™‚

WARNING!

EPIC ENDING! AGE MANIPULATION!

.

hey, what did you do after the dinner?

.

Kwon Yuri

“Maaf, aku harus segera pergi.”

Mataku melirik cepat ke arah teman-teman sekelasku. Dan seperti dugaanku, mereka menunjukkan wajah mereka yang penuh kehampaan dan begitu memelas. Aku hanya bisa mendengus pelan melihatnya.

“Yah, kenapa Tao sunbae pulang secepat ini?” keluh salah satu teman dekatku, Choi Sooyoung, sambil menunjukkan puppy eyes andalannya pada salah satu sunbae kami yang berpamitan pulang, Huang Zhi Tao.

Tao sunbae tersenyum kecil. “Maaf, aku harus menghadiri sebuah acara lagi,” ucapnya sopan.

Cih! Lagi-lagi, aku hanya mendengus pelan. Orang ini, kenapa bersikap sok sibuk sekali, sih?

“Yah…” Terdengar suara kompak para gadis yang sedang mengeluh.

Sementara itu, para pria justru nampak mencibir pelan atas sikap manja gadis-gadis itu.

“Tenang saja. Aku sangat menikmati makan malam ini bersama kalian,” ucap Tao sunbae lagi. “Sesungguhnya, aku juga ingin untuk tetap berada disini. Hanya saja, acara ini sama sekali tidak bisa kutinggalkan,” jelasnya.

Duh, kenapa dia harus menggombal segala, sih?

Dan sialnya, para gadis itu pun terbuai dengan kata-kata sok romantis dari sunbae mata panda itu.

“Kita bisa makan malam bersama lagi lain kali. Kalian setuju?” tawar Tao sunbae sambil menunjukkan senyuman manisnya, yang disebut Sooyoung sebagai senyuman dari Surga. Dasar -__-

“Ne, ne, ne!” Para gadis pun langsung mengangguk dengan semangat. Beberapa dari mereka bahkan sempat melonjak kecil, karena saking girangnya.

“Arrasseo,” gumam Tao sunbae. “Aku permisi dulu. Annyeonghaseyo,” pamitnya, sebelum meninggalkan kami semua.

“Akhirnya, kita bisa mendapat kesempatan untuk makan bersama lagi dengan Tao sunbae,” pekik Sooyoung girang.

Aku mendecih pelan dibuatnya. “Dia itu hanya menggombal, demi menyenangkan kalian,” celetukku.

Sooyoung menoleh cepat ke arahku, sambil melemparkan death glare khas keluarga Choi. “Apa kau bilang, Kwon Yuri?” desisnya tajam.

Aku meringis tertahan sambil mengangkat bahu. “Makanan disini sangat enak,” balasku asal.

“Awas saja, kalau kau menghina Tao sunbae di hadapanku. Kupastikan, kau tak akan bisa menari selamanya,” ancamnya.

Aku mengibaskan tanganku, lantas berkata, “Arra, arra, aku mengerti, Nona Choi.” Aku menarik nafas dalam-dalam. Ternyata, susah juga, jika harus berhadapan dengan fans dari Tao sunbae. Lagipula, apa sih, hebatnya sunbae itu? Well, kuakui, dia memang tampan dan keren. Dia juga terkenal ramah dan ahli wushu. Selebihnya? Kurasa, dia tak jauh berbeda dari pria lainnya. Lalu, kenapa teman-teman sekelasku (terutama yang wanita) rela mengundang Tao sunbae untuk makan malam bersama kelas kami dan mentraktirnya pula? Padahal, Tao sunbae pun tak bisa berlama-lama disini. Ah, aku menduga bahwa Tao sunbae memiliki acara yang lebih mengasyikkan dengan yeojachingunya. Mungkin saja, bukan? Lagipula, Tao sunbae kan, terkenal. Mana mungkin, dia tidak punya yeojachingu. Makanya, dia lebih memilih menghabiskan waktunya bersama yeojachingunya daripada bersama kami, bocah ingusan yang tak lebih dari sekedar adik kelas, sekaligus fans-nya (tentu saja, minus aku dan murid pria).

“Lagipula, kenapa sih, kau kelihatan tak tertarik pada Tao sunbae?” Suara Sooyoung kembali tedengar.

“Aku bukannya kelihatan tak tertarik padanya,” balasku ketus. “Karena aku memang benar-benar tak tertarik padanya,” tegasku.

Sooyoung melongo. Sedetik kemudian, ia justru tertawa terbahak-bahak, sampai harus memegangi perutnya.

“Waeyo?” tanyaku ketus, sekaligus heran.

“Kau aneh sekali, Kwon Yuri. Kau pasti tidak normal,” celetuk Sooyoung.

Kini, akulah yang melongo. “Kau sebut apa aku? Tidak normal?”

“Ya, ya, bagaimana mungkin, kau tak tertarik pada sunbae sekeren Tao sunbae?” tanya Sooyoung.

Aku hanya terdiam. Oke, kurasa, sebentar lagi, aku harus mendengar ceramah panjang lebar dari Sooyoung.

“Dengar, Kwon Yuri. Tao sunbae adalah pria yang tampan, baik hati, ramah, dan apa adanya,” jelas Sooyoung.

Sebelum Sooyoung sempat membuka mulutnya kembali, aku pun segera memotongnya dengan, “Apa adanya kau bilang? Kau yakin, Choi Sooyoung?” Aku mendengus pelan dan kembali melanjutkan, “Kau bahkan belum mengenal seluk beluk tentang Huang Zhi Tao.”

Sooyoung menoyor pelan jidatku. “Tidakkah semua sikapnya selama ini hanyalah kebohongan? Lagipula, apa untungnya?” tanya Sooyoung.

“Mendapat makan malam gratis, misalnya?” tebakku.

“Aigo, aigo, aigo…” Sooyoung menggelengkan kepalanya berulang kali. “Kau ini bodoh atau apa? Tao sunbae adalah salah satu pewaris keluarga Huang yang kaya raya itu. Untuk apa dia mencari cara untuk mendapat makan malam gratis, eh?” tanya Sooyoung.

Aku terdiam. Apa yang dikatakan Sooyoung memang benar, sih.

“Sudahlah, aku yakin, seluruh pemikiranmu selama ini sama sekali tidak berdasar, Kwon Yuri. Kau tak ingin mengakui bahwa kau mengagumi Tao sunbae, hanya karena kau takut bersaing dengan fans-fans-nya.”

.

“Kau tak ingin mengakui bahwa kau mengagumi Tao sunbae, hanya karena kau takut bersaing dengan fans-fans-nya.”
Kalimat yang diucapkan Sooyoung itu senantiasa terngiang di ingatanku. Apakah yang diucapkan Sooyoung memang benar? Kuakui, sebagai sahabatku, Sooyoung hampir selalu berhasil menebak diriku dengan ketepatan mencapai 90%. Jadi, apakah tebakan Sooyoung kali ini pun benar? Apakah aku tak mengakui kekagumanku pada Tao sunbae, hanya karena tak ingin bersaing dengan penggemarnya?

Lagipula, untuk apa aku harus takut pada mereka? Apa karena aku takut kalah dari mereka? Apa karena aku takut ditolak oleh Tao sunbae?

Aish, kenapa pemikiran ini masih mengganggu otakku? Aku pun mengacak pelan rambutku. Masa bodoh, jika orang-orang di jalanan melihatku dan menganggapku gila. Karena ya, sepertinya aku mulai gila, semenjak mengenal pria bernama Huang Zhi Tao. Mulai dari seluruh kegilaan yang dibuat teman sekelasku yang naksir berat pada Tao sunbae, hingga ucapan Sooyoung barusan.

Aku menarik nafas dalam-dalam, lantas menghembuskannya secara perlahan, sambil berharap dalam hati agar setiap beban yang kupikirkan saat ini akan berkurang secara perlahan. Kakiku terus melangkah di atas trotoar yang akan menuntunku hingga rumah. Mataku yang sempat terpejam sebentar itu pun terbuka kembali dan tiba-tiba aku telah dihadapkan pada sebuah pemandangan yang mengejutkanku.

Huang Zhi Tao.

Tao sunbae terduduk di sebuah bangku taman, memainkan sebuah gitar, dan dikelilingi oleh anak-anak kecil yang nampak bahagia.

Shit, apa yang sebenarnya sedang dia lakukan?

.

“T-tao sunbae?”

Karena rasa penasaran yang selalu menggelitik dasar hatiku, aku pun memutuskan untuk menghampiri Tao sunbae di taman kota yang sedang kulintasi.

Tao sunbae menolehkan kepalanya ke arahku. “Yuri?” Sorot matanya menunjukkan keterkejutan.

Aku langsung merasa canggung. Kutundukkan kepalaku, lantas kugaruk pelan tengkukku yang sama sekali tak gatal. “Sunbae ada disini?” tanyaku pelan.

Kulihat, Tao sunbae tersenyum kecil. “Ne,” balasnya. “Kau sendiri?”

“Em, kebetulan, aku baru saja pulang dari rumah makan dan melintasi taman ini. Dan saat itu, aku melihat Tao sunbae, makanya aku mampir kesini,” jelasku kikuk, sambil melirik ke arahnya.

Tao sunbae mengangguk paham.

“A… eum, maaf sunbae, tapi apa yang sedang sunbae lakukan disini?” tanyaku.

“Oh, ini…” Tao sunbae mengedarkan pandangannya, memandang ke arah anak-anak kecil yang mengelilinginya sambil menikmati makanan. “Em, ini adalah kegiatan rutinku setiap Sabtu malam,” jelasnya singkat.

Aku menatap Tao sunbae lekat-lekat, bingug dengan penjelasannya.

Tao sunbae meringis kecil. “Setiap Sabtu malam, aku pergi ke taman kota untuk menikmati waktu bersama anak-anak jalanan ini,” jelas Tao sunbae sambil menunjuk ke arah anak-anak kecil itu.

Aku pun memandang anak-anak kecil itu. Sungguh, aku sama sekali tak menduga bahwa mereka adalah anak jalanan. Aku kembali menatap Tao sunbae. Aku yakin, ada sinar kebanggaan yang terpancar di mataku saat ini.

Tao sunbae menatap lekat ke arah anak-anak jalanan itu. “Kadang, aku membawakan mereka makanan, baju baru, atau buku-buku, lalu melewatkan malam sambil bermain atau bernyanyi bersama,” jelas Tao. “Dengan begini, setidaknya, aku sadar bahwa Tuhan telah memberikan anugerah untuk hidupku. Aku tak perlu bekerja keras demi membiayai hidupku sendiri,” lanjutnya. Tao sunbae menoleh ke arahku.

Mata kami saling bertemu. Aku bisa melihat matanya yang jernih dan memantulkan sinar lampu yang menerangi taman kota. Bahkan, aku bisa melihat pantulan diriku dalam matanya. Dan bisa kulihat bahwa aku sedang tersenyum. “Aku sama sekali tak menduganya,” gumamku pelan.

Tao sunbae tertawa pelan. “Setidaknya, kegiatan ini juga bisa menghibur Sabtu malamku. Maklum saja, aku tidak punya seorang yeojachingu,” celetuknya.

Aku melongo. Jadi, Tao sunbae belum memiliki yeojachingu?

“Sampaikan maafku pada teman-teman sekelasmu, ne?” ucap Tao sunbae, sambil menyentuh lembut lengan kananku.

Aku tersentak. Mataku mengerjap pelan. “E-eh, ne.” Aku pun mengangguk canggung.

“Aku tak bisa membiarkan anak-anak ini menungguku. Lagipula, kurasa, lain kali, aku masih bisa menikmati waktu bersama kau dan teman-temanmu,” jelas Tao sunbae.

Aku mengangguk pelan, sambil mengulum senyuman. Pemuda ini sangat pengertian dan berpemikiran dewasa. Ah, kurasa aku telah salah dalam menilai Tao sunbae. “Sunbae…”

“Ne?” Tao sunbae menatapku.

“Hm, lain kali, bolehkah aku ikut bersamamu untuk mengunjungi mereka?” tanyaku sambil melirik ke arah anak-anak kecil yang terlihat lucu dan menggemaskan itu.

Tao sunbae mengerjap kaget. “Kau… serius?” tanya Tao sunbae, seolah tak percaya.

“Ne! Tentu saja!” jawabku penuh semangat.

Tao sunbae tersenyum lebar. “Ah, baiklah kalau begitu. Aku akan mengebarimu lain kali,” ucapnya. “Ngomong-ngomong, kenapa kau tertarik?” tanyanya.

Aku tersenyum kecil. “Kukira, aku sependapat dengan Tao sunbae,” balasku.

Tao ikut tersenyum, sambil mengangguk.

Dan sisanya, hanyalah canda tawa yang menghiasi malam kami semua.

.

EPILOGUE

“Noona, noona.”

Kurasakan, seseorang tengah menarik ujung kemeja yang kukenakan. Aku pun menghentikan langkahku dan segera membalik tubuhku. Kulihat seorang bocah kecil, salah satu bocah yang kutemui bersama Tao tadi, berdiri di hadapanku. Aku pun berjongkok untuk mensejajarkan tubuhku dengannya. “Ne?”

Bocah itu tersenyum kecil. “Noona cantik sekali,” bisiknya malu-malu.

Aku tersenyum lebar. “Ah, gomawoyo~”

“Aku ingin sekali menjadi namjachingu, Noona,” ucapnya dengan matanya yang berbinar. “Sayangnya…” Wajahnya nampak sedih.

“Waeyo, hm?” tanyaku penasaran. Lucu sekali, jika seorang bocah menyatakan perasaan sukanya padaku.

“Noona sudah berpacaran dengan Tao hyung, ya?”

GLEK!

Apa dia bilang? Aku berpacaran dengan Tao sunbae?

“Apalagi, Yuri noona dan Tao hyung terlihat sangat serasi,” imbuhnya. “Tapi, aku yakin, aku bisa merebut Noona dari Tao hyung!”

Aku masih terdiam.

“Tunggu aku ya, Noona!” seru bocah itu, lantas berlari meninggalkanku seorang diri.

Aku membeku di tempatku.

Aku?

Pacaran dengan Tao sunbae?

Yang benar saja!

.

FIN

Yuhuu, I’m back!

Maaf, karena menghilang cukup lama. Aku bener-bener sibuk sama kegiatan di sekolah. Belum lagi, karena ini bulan puasa, aku jadi berulangkali kecapekan dan penyakitku kumat. Tapi kabar baiknya, kehidupan di sekolah bener-bener menginspirasiku buat nulis. Makanya, curhatanku selama masa sekolah bakalan aku tuangkan dalam bentuk ff, salah satunya ff ini, kkk~

Buat yang pernah baca I Miss You, maaf aku belum bisa update cepet buat full version-nya, karena ff itu butuh banyak observasi. Dan aku belum sempet ngadain observasi. So, please bare with me šŸ˜‰

Makasih buat readers yang senantiasa neror aku di twitter buat nanyain lanjutan ff seriesku, kkk~ Kalau nggak ada kalian, mungkin aku bakalan jadi author yang bandel. Makasih ya… You’re such a mother for me /kiss/

Oiya, mohon doanya, semoga aku bisa masuk kelas IPA. Moga-moga bisa masuk IPA 1, IPA 2, atau IPA 3 gitu. Amin… Dan semoga, ada temen yang udah kukenal, jadi nggak usah repot-repot nyari kenalan baru. Amin…

Dan makasih buat salah satu senior yang inspire aku buat nulis ff ini. Your life is so amazing and thanks for your sharing šŸ™‚

Last but not least,

mind to review?

Love,

Jung Minrin

4 responses to “[Ficlet] Dinner

  1. Wah yultao yah.. Lucu deh yg pas epilogue-nya haha itu seriusan sooyoung jadi fansnya tao? Oiya author ditunggu ff seriesnya yg belom selesai hehehe

Leave a reply to Azizah YulHan shipper Cancel reply