[Series] Buku Harian Cassie – Cinta Pertama

tumblr_mbbtu32wmd1rfzzqfo1_500

Hai, namaku Cassie.

Aku hanyalah gadis biasa yang punya segelintir masalah dalam hidup.

Bersediakah kalian membaca kisahku?

Atau kalian mau membagi kisah denganku?

Mari kita saling berbagi 🙂

.

Aku segera membaringkan tubuhku ke atas ranjang. Ugh, rasanya lelah sekali.

Seharian ini aku memang tidak pergi ke kampus, melainkan mengadakan reuni dengan teman-teman masa SD-ku.

Jadul?

Memang. Tapi, menurutku, teman-teman SD-ku itu jauh lebih terkenang, dibanding ketika SMP atau SMU. Sayang sekali, saat aku masih berada di tempat reuni, tidak semua teman-temanku yang hadir disana. Beberapa memang sudah menyatakan tak bisa hadir, sisanya belum datang, sampai ketika aku sudah pulang.

Jujur saja, aku bukan tipikal orang dengan daya tahan tubuh yang kuat. Badan mudah pegal, kepala mudah pusing. Maka dari itu, sebelum terjadi insiden Cassie-jatuh-pingsan, akhirnya aku memutuskan untuk pulang lebih awal.

DRRT… DRRT…

Ponselku yang kuletakkan di atas ranjang bergetar. Dengan gerakan malas, aku meraihnya dan memeriksanya.

Oh, ada satu pesan masuk.

 

From : Adin

Hai, Cas!

 

Oh, dari Adin? Padahal, beberapa menit yang lalu, aku baru bertemu dengannya di tempat reuni. Ah, pasti sahabat lamaku ini terlalu merindukanku, ya?

Maklum saja, kami memang berpisah cukup lama dan saling berjauhan. Meski begitu, kami masih saling bertegur sapa lewat berbagai media, walau tidak cukup sering. Bagaimanapun juga, Adin sudah kuanggap seperti saudaraku sendiri, separuh jiwaku yang mengerti betul tentang aku.

Aku pun segera membalas pesannya.

 

To : Adin

Hai, Din! Kamu masih di reunian?

 

Dan aku pun menekan ‘Send’ pada layar ponsel.

Tak lama, Adin pun membalas pesanku.

 

From : Adin

Iya nih, Cas. Makin rame aja, lho. Rugi banget, kamu balik duluan 😦

 

Ah, pasti reuni semakin asyik saja. Aku pun membalas pesan Adin.

 

To : Adin

Ah, nyesel deh, udah pulang duluan. Tapi ini sakit kepala udah nggak bisa ditahan lagi, Din. Jadi sebelum aku kolaps dan nyusahin kalian, aku pulang dulu aja, hehe ^^

 

Dan aku pun menekan tombol ‘Send’.

Perbincangan kami pun terus berlanjut, mengalir layaknya air sungai di pedesaan.

 

From : Adin

Get well soon ya, my bestfriend :* Oiya, ngomong-ngomong, aku ganggu istirahat kamu, nggak?

 

To : Adin

Enggak, kok. Yang penting kalo udah dipake tiduran, pasti udah ngerasa nyaman.

 

From : Adin

Hehe, oke. Aku mau cerita nih, boleh, kan?

 

To : Adin

Boleh dong, Adindut 🙂

 

From : Adin

Hehe (: Jadi gini Cas, di reuni tadi, setelah kamu pulang, Aldo dateng.

 

To : Adin

What?! Aldo? Serius?

 

From : Adin

Iya, Cas. Dia makin keren aja, tuh.

 

To : Adin

Dan kamu makin nyesel udah mutusin dia? Kkk~

 

From : Adin

Ih, ini anak, ngomongin itu melulu.

Bukannya nyesel sih, cuma mendadak kangen aja, hehe #ngeles

 

To : Adin

Ciyee, yang kangen mantan, haha ^o^

 

From : Adin

*timpuk* Ah, tahu nggak sih, ini muka ku pasti udah ber-blushing ria gegera baca sms-mu, tahu!

 

To : Adin

Ehem, ehem. Aldo masih disitu, nggak? Atau aku telepon aja nih, ya?

 

From : Adin

Jangan dong, Cas! Mau ditaruh mana mukaku yang cantik rupawan ini, coba?

 

To : Adin

Taruh di tempatnya lah, Din. Mau dimana lagi, coba?

Udahlah, mungkin, kamu cuma kaget, terus mendadak kangen sama Aldo. Nggak usah dipusingin.

 

From : Adin

Hehe, iya juga, sih. Tapi, ini masih kepikiran.

 

To : Adin

Ya jelaslah, Adin Sayang. Kamu masih satu venue sama dia, kan?

Wajar kalo masih kepikiran. Ntar, kalo udah pulang, pasti udah lupa, deh 😉

 

From : Adin

Gitu, ya?

 

To : Adin

Iya ^^

Tenang aja. Jalani aja, nanti pasti bakalan lupa juga 🙂

Semangat ya, Sis!

 

From : Adin

Sip deh. Kamu emang paling tahu deh, Cas.

 

To : Adin

Hehe, iya dong. BFF, kok 😉

 

From : Adin

Oke, udah dulu ya, Cas? Ini aku dipanggil Roro.

 

To : Adin

Dipanggil Roro atau Aldo, nih?

Haha, iya deh, udahan dulu, hoho ^^

 

From : Adin

Udah ah, Cas.

Dan begitulah isi perbincanganku dengan Adin. Aku sempat tertawa berkali-kali ketika membaca pesan-pesan dari Adin. Bahkan, aku tak bisa membayangkan bagaimana ekspresi Adin disana atau bagaimana kalau aku melihat Adin secara langsung. Pasti aku semakin tak tahan menggoda sahabatku yang satu itu.

Oke, aku akan menceritakan tentang kisah Adin dan Aldo. Dulu, saat kita duduk di bangku SD, Aldo adalah pangeran sekolah (atau masih sampai sekarang, ya?). Siapapun tertarik padanya, termasuk aku. Tapi sayangnya, dia termasuk tipe cowok yang suka tebar pesona dan aku kurang suka. Jadi, aku lebih memilih mundur.

Sementara itu, Adin menghadapi perasaan yang berbeda. Dia berhasil dekat dengan Aldo, bukan sekedar sebagai orang yang terperangkap dalam pesonya, tapi juga sebagai teman dekatnya. Hingga akhirnya, keduanya saling tertarik, jatuh cinta, dan akhirnya jadian.

Hubungan mereka lumayan awet-lah, kalau dibanding dengan pasangan lainnya.

Dan mereka putus atas alasan sederhana sekali.

Mereka pindah ke luar kota, semenjak lulus SD.

Miris?

Begitulah. Tapi bagi mereka jalan yang telah mereka ambil adalah jalan yang terbaik.

Jadi, aku sebagai sahabat Adin pun nggak bisa berbuat banyak selain mendukung keputusannya. Meski begitu, aku tahu betul bahwa Adin masih menyayangi Aldo, begitu pula sebaliknya.

Dan singkat cerita, mereka bertemu lagi hari ini, di acara reuni, menumpahkan rasa rindu yang telah membuncah di dada. Aku nggak tahu tentang isi hati Aldo, tapi Adin jelas-jelas masih menyimpan kepingan memorinya dengan Aldo. Buktinya, ia dengan mudah tertarik kembali pada Aldo.

Mungkin ada benarnya kalimat ini :

First love never dies

Bukannya cinta pertama tidak pernah mati. Mungkin, cinta pertama akan sulit mati. Maksudku, cinta pertama kita, dialah orang yang menorehkan kisah cinta pertama dalam hati kita. Bagaimanapun juga yang tertulis di dasar hati itu jauh lebih sulit dihapus dibanding dengan yang ditulis di langit-langit.

Bagaimana denganku?

Entahlah, aku belum pernah benar-benar merasakan bahwa cinta pertamaku akan sulit mati, karena setelah aku memutuskan hubunganku dengannya, kami hanya berkomunikasi sebagai teman sekolah. Semenjak kelulusan pun aku tak berusaha mencari-cari dirinya, begitu pula sebaliknya.

Lagipula, kenapa harus dicari?

Bukannya aku berusaha menghindar. Aku hanya tak ingin mengganggu kehidupannya yang mungkin sudah bahagia dengan gadis pilihannya.

Dan aku?

Yah, aku masih berkutat dengan berbagai tugas kuliahku dan juga kencan-kencan sederhana dengan Timmy―anak teman Bundaku. Tapi, kami belum resmi jadian dan hanya dalam masa penjajakan.

Jadi, lebih baik, aku dan cinta pertamaku itu sama-sama tidak saling menggangu demi kebahagiaan kami masing-masing.

Oh? Kalian penasaran siapa nama cinta pertamaku?

Namanya Arkha.

***

“Cassie!” seru sebuah suara.

Aku yang sedang asyik membaca novel pun terpaksa menghentikan kegiatanku, lantas menoleh ke arah sumber suara. Tak jauh di belakangku, kulihat seorang gadis dengan tinggi semampai sedang berjalan ke arahku. “Hei, Al!” balasku sambil melambaikan tanganku padanya.

Gadis itu adalah Alma, salah satu teman dekatku di kampus, hanya saja berbeda fakultas. “Ada yang mau ketemu elu, tuh,” celetuknya memberi tahu.

“Eh? Siapa?” tanyaku penasaran.

“Itu orangnya,” ucap Alma sambil menunjuk ke satu arah.

Aku mengikuti arah jari telunjuknya dan betapa terkejutnya ketika aku menyadari sosok yang ditunjuk Alma.

“Hei, Cas! Masih inget aku? Aku Arkha.”

Oh, Tuhan! Rasanya aku benar-benar merasakan bahwa cinta pertama memang tak mudah mati.

One response to “[Series] Buku Harian Cassie – Cinta Pertama

Mind to Leave Your Trail?